Aku Ingin Seperti Rajawali Itu!
Sebutir telur jatuh dalam sarang yang sedang dierami seekor ayam. Induk ayam tak pernah menyadari bahwa telurnya telah bertambah satu. Hari yang ditunggutunggu induk ayam pun tiba. Telur-telurnya mulai menetas satu demi satu. Telur terakhir yang menetas, bentuk tubuhnya agak beda dengan kakak-kakaknya. Induk ayam yakin, bahwa telur yang menetas terakhir itu adalah anaknya juga.
“Selamat datang di dunia!” kata induk ayam menyapa anak-anaknya. “Ciak-ciak..ciak” begitu jawab anak-anak ayam. “Aku beri nama kalian, Ciak, Ciuk, Ciok, Ciik, Ciek, dan Cauk!” kata induk ayam. Anak yang menetas terakhir diberi nama Cauk.
Tibalah saatnya, induk ayam mengajarkan anak-anaknya mencari makan, menghindari musuh, dan menyerang musuh. “Pelajaran pertama yang akan aku berikan adalah bagaimana mendapatkan makanan, mari semua ikut aku!” kata induk ayam. Induk ayam mengajak anak-anaknya mencari cacing di tanah. “Nah, ini adalah hewan-hewan tanah yang bisa kalian makan!” kata induk ayam sambil memberikan cacing itu pada anak-anaknya.
Selanjutnya induk ayam berjalan menuju tempat orang menumbuk padi. “Lihat butiran padi yang tercecer di sekitar alat penumbuk padi itu, itu adalah sumber makanan kita juga” kata induk ayam sambil berjalan menuju tempat tersebut. Induk ayam mengajarkan anak-anaknya memakan butiran kerikil dan pasir sehabis makan.
Ketika sedang asyik makan, seekor kucing menghampiri mereka. Secepat kilat induk ayam memasang kuda-kuda, ia memerkarkan bulunya dan memamerkan tajinya yang tajam. Kucing pun lari tunggang langang. “Lihat, anak-anak! Itu cara kalian menakuti musuh yang akan mendekati dan berniat memakan kalian!” kata induk ayam. “Ciak..ciak..ciak!” kata anak-anak ayam.
Anak-anak ayam kini bertambah besar. Induk ayam berkata kepada mereka, “Ciak, Ciuk, Ciok, Ciik, Ciek, dan Cauk, kalian sudah bertambah dewasa. Ibu akan mengajak kalian ke57 tengah sawah, di sana akan Ibu tunjukkan musuh kita yang paling berbahaya. Dan ini adalah pelajaran terakhir sebelum Ibu melepas kalian semua untuk hidup menjadi ayam sesungguhnya.”
Anak-anak ayam itu menganggukkan kepalanya, dan serentak mengikuti ibunya. Tiba di persawahan, mereka melihat burung yang gagah berani, terbang begitu cepat. Induk ayam mengajak anak-anaknya bersembunyi dibalik semak.
“Lihatlah, itulah Si Rajawali musuh besar kita, berhatihatilah, sembunyikan diri kalian bila melihat sang Rajawali!” kata induk ayam di balik semak. Cauk melihat dan memperhatikan Sang Rajawali dengan seksama, diam-diam ia mengagumi burung itu. Hatinya berkata, “Betapa gagahnya burung itu. Badannya kuat dan kokoh. Terbangnya begitu cepat, bagai pesawat jet. Ia bagaikan raja para burung, semua burung takut padanya. Andaikan aku menjadi burung itu, betapa hebatnya aku.”
“Bu, Rajawali itu, mirip Cauk!” kata Ciak berbisik pada induknya.
Induknya menggelengkan kepala tanda tak setuju. Tetapi dalam hatinya dia mengakui memang Cauk berbeda dengan saudara-saudara yang lainnya. Cauk besar, kini sudah lepas dari induknya. Ia mencari makan dan bertingkah laku seperti apa yang diajarkan induk ayam. Setiap hari, ia selalu datang ke persawahan tempat Sang Rajawali bertengger. Ia datang untuk mengagumi Sang Rajawali.
“Aku ingin seperti Sang Rajawali,” kata Cauk dalam hati. Cauk pun tak pernah menyadari bahwa dirinya adalah seekor rajawali. Hanya saja ia menetas di sarang ayam dan tumbuh di keluarga ayam.
Andaikan Cauk mau melihat apa yang dimilikinya, kemudian membandingkannya dengan induk ayamnya dan Sang Rajawali, niscaya Cauk akan menemukan bahwa sesungguhnya dirinya adalah Sang Rajawali yang hebat. [YH]
Teman-teman, seringkali kita merasa rendah diri, karena kita dibesa pada lingkungan yang salah. Kita pun tak pernah menyadari jati diri kita: siapa dan apa potensi diri kita. Mulai sekarang, mari kita “lebih” kenali diri kita dan potensi kita! Sebagai anak Indonesia, cobalah tanyakan pada dirimu: Apa kelebihanmu? Apa kekuaranganmu? Apa kelebihan bangsa Indonsia? Apa kekurangan bangsa Indonesia? Apa yang bisa kamu perbuat untuk Indonesia dengan kelebihan yang ada pada dirimu?
Indonesian Education Promoting Foundation
Fadilah Hasim dan Yanti Herlanti

