Abu Tamak Yang Serakah
Kejujuran mengundang rezeki, ketidakjujuran menolaknya.
Pada jaman dahulu, tinggalah seorang laki-laki yang tamak dan serakah. Orang-orang memanggilnya Abu Tamak. Abu Tamak selalu ingin memiliki segala sesuatu untuk dirinya sendiri. Dia tidak pernah mau berbagi, walaupun dengan temannya. Dan dia tidak pernah mau menyantuni orang miskin.
Suatu hari Abu Tamak kehilangan 30 (tiga puluh koin) emasnya. Dia pergi ke rumah temannya, Abu Sidiq, dan menceritakkan bahwa dia kehilangan koin emasnya. Abu Sidiq adalah seorang yang baik dan bijaksana.
Sehari setelah kejadian itu, anak perempuan Abu Sidiq menemukan 30 koin emas dalam perjalanan pulang dari pasar. Tiba di rumah, dia segera menceritakan kepada ayahnya apa yang dia temukan. Ayahnya menjawab bahwa koin emas itu milik temannya, Abu Tamak. Kemudian ayahnya menyuruh anaknya untuk memanggil Abu Tamak.
Setelah Abu Tamak datang, Abu Sidiq menceritakan bahwa anaknya telah menemukan 30 koin emas, lalu menyerahkan semuanya kepada Abu Tamak. Abu Tamak menghitung koin tersebut, lalu berkata, ”anak perempuanmu telah mengambil 10 koin emasku, karena sebenarnya aku kehilangan 40 koin.”
Anak perempuan Abu Sidiq adalah seorang anak yang jujur. Dia tidak mengakui hal itu karena dia memang hanya menemukan 30 koin emas.
”Nanti aku datang lagi untuk mengambil 10 koin emas yang dicuri anakmu,” lanjut Abu Tamak. Tetapi Abu Sidiq menolaknya karena ia percaya anak perempuannya tidak berbohong.
Abu Tamak kemudian mengadukan perkara ini kepada seorang Hakim. Di pengadilan berkumpulah semuanya. ”Berapa banyak koin emas yang kau temukan?” tanya Bapak Hakim kepada si anak. “30 koin,” jawab si anak.
Kemudian, Bapak Hakim bertanya kepada Abu Tamak, ”Berapa banyak koin emas mu yang hilang?” Abu Tamak menjawab, “40 koin, Bapak Hakim.” Tidak berapa lama Bapak Hakim membacakan keputusannya:
”Koin itu bukan milik Abu Tamak. Karena koin itu hanya berjumlah 30. Anak perempuan ini boleh menyimpan koin emas itu. Apabila nanti ada orang yang kehilangan 30 koin emas maka orang itu akan diantar ke rumah anak ini untuk12 mengambilnya. Dan Apabila ada yang melapor menemukan koin emas sebanyak 40 maka ia akan diantar ke rumah Abu Tamak untuk menyerahkannya.”
Setelah beberapa waktu, tak ada orang baik yang kehilangan 30 koin emas maupun yang menemukan 40 koin emas. Koin emas sebanyak 30 itu kini diberikan kepada si anak perempuan yang jujur.
Abu Tamak akhirnya mengaku bahwa dia telah berbohong karena ingin lebih. Tetapi terlambat, Hakim dan orang-orang sudah tidak lagi mau mendengar dan percaya perkataannya. [FH]
Teman-teman, sekali lagi marilah kita selalu menjaga kejujuran. Karena jika kita menanam kejujuran, kita akan memetik kepercayaan. Kepercayaan orang kepada kita pada gilirannya akan memudahkan kita mencari rezeki dan keberuntungan.
Sebaliknya jika kita menanam ketidakjujuran, kita akan menuai kecurigaan. Orang akan selalu curiga kalau kita pernah berbohong, mereka tidak akan percaya kepada kita. Tanpa kepercayaan dari orang, kita akan susah baik mencari ilmu maupun mencari rezeki.
Suatu hari Abu Tamak kehilangan 30 (tiga puluh koin) emasnya. Dia pergi ke rumah temannya, Abu Sidiq, dan menceritakkan bahwa dia kehilangan koin emasnya. Abu Sidiq adalah seorang yang baik dan bijaksana.
Sehari setelah kejadian itu, anak perempuan Abu Sidiq menemukan 30 koin emas dalam perjalanan pulang dari pasar. Tiba di rumah, dia segera menceritakan kepada ayahnya apa yang dia temukan. Ayahnya menjawab bahwa koin emas itu milik temannya, Abu Tamak. Kemudian ayahnya menyuruh anaknya untuk memanggil Abu Tamak.
Setelah Abu Tamak datang, Abu Sidiq menceritakan bahwa anaknya telah menemukan 30 koin emas, lalu menyerahkan semuanya kepada Abu Tamak. Abu Tamak menghitung koin tersebut, lalu berkata, ”anak perempuanmu telah mengambil 10 koin emasku, karena sebenarnya aku kehilangan 40 koin.”
Anak perempuan Abu Sidiq adalah seorang anak yang jujur. Dia tidak mengakui hal itu karena dia memang hanya menemukan 30 koin emas.
”Nanti aku datang lagi untuk mengambil 10 koin emas yang dicuri anakmu,” lanjut Abu Tamak. Tetapi Abu Sidiq menolaknya karena ia percaya anak perempuannya tidak berbohong.
Abu Tamak kemudian mengadukan perkara ini kepada seorang Hakim. Di pengadilan berkumpulah semuanya. ”Berapa banyak koin emas yang kau temukan?” tanya Bapak Hakim kepada si anak. “30 koin,” jawab si anak. Kemudian, Bapak Hakim bertanya kepada Abu Tamak, ”Berapa banyak koin emas mu yang hilang?” Abu Tamak menjawab, “40 koin, Bapak Hakim.”
Tidak berapa lama Bapak Hakim membacakan keputusannya: ”Koin itu bukan milik Abu Tamak. Karena koin itu hanya berjumlah 30. Anak perempuan ini boleh menyimpan koin emas itu. Apabila nanti ada orang yang kehilangan 30 koin emas maka orang itu akan diantar ke rumah anak ini untuk12 mengambilnya. Dan Apabila ada yang melapor menemukan koin emas sebanyak 40 maka ia akan diantar ke rumah Abu Tamak untuk menyerahkannya.”
Setelah beberapa waktu, tak ada orang baik yang kehilangan 30 koin emas maupun yang menemukan 40 koin emas. Koin emas sebanyak 30 itu kini diberikan kepada si anak perempuan yang jujur.
Abu Tamak akhirnya mengaku bahwa dia telah berbohong karena ingin lebih. Tetapi terlambat, Hakim dan orang-orang sudah tidak lagi mau mendengar dan percaya perkataannya. [FH]
Teman-teman, sekali lagi marilah kita selalu menjaga kejujuran. Karena jika kita menanam kejujuran, kita akan memetik kepercayaan. Kepercayaan orang kepada kita pada gilirannya akan memudahkan kita mencari rezeki dan keberuntungan.
Sebaliknya jika kita menanam ketidakjujuran, kita akan menuai kecurigaan. Orang akan selalu curiga kalau kita pernah berbohong, mereka tidak akan percaya kepada kita. Tanpa kepercayaan dari orang, kita akan susah baik mencari ilmu maupun mencari rezeki.
Indonesian Education Promoting Foundation
Fadilah Hasim dan Yanti Herlanti

