Berbagi kebahagiaan, dengan memanfaatkan sampah. 

Nabilah sedang bercerita tentang pengalamannya pada temantemannya, “Kemarin aku dan ayahku pergi ke panti asuhan. Aku sedih loh, menyaksikan anak-anak makan dengan sayur bayam dan satu telur yang dibagi empat. Mereka bilang, hanya makan nasi di siang hari saja. Malam hari mereka makan singkong rebus.” 

“Kasihan sekali, andaikan kita punya uang banyak, kita bisa menyumbang mereka,” komentar Sarah. Cerita Nabilah sampai juga pada Bu Yanti, wali kelas mereka. “Bisa! Kita bisa tetap menyumbang mereka!” kata Bu Yanti. 

“Niat yang kuat akan menjadi mesin pendorong bagi kita, sehingga kita dapat berbuat sesuatu dari apa yang kita punya” lanjut Bu Yanti. 

“Tetapi bagaimana caranya?” tanya Sarah. “Kalian pernah dengar sampah komersil?” tanya Bu Yanti. Nabilah dan Sarah menggelengkan kepala. 

Bu Yanti menjelaskan tentang sampah anorganik. Sampah anorganik adalah sampah yang tidak mudah membusuk, contohnya bahan yang terbuat dari plastik dan kertas. Sampah anorganik ini bisa dijual. Oleh karena itu sampah ini disebut sampah komersil. 

Sejak saat itu Nabilah dan kawan-kawan satu kelasnya mengumpulkan botol, gelas, koran, kardus, dan kaleng bekas. Satu atau dua barang bekas dikumpulkan tiap siswa setiap hari. 

Tanpa terasa ruang kelas pun sudah penuh sesak dengan kehadiran barang-barang bekas. Walaupun harus berebut tempat dengan barang bekas, anak-anak merasa gembira. Karena mereka akan mendapatkan uang dari penjualan barang-barang bekas itu. 


“Tok..!tok...!” pintu kelas diketuk oleh seseorang. Bu Yanti membuka pintu, dan tampaklah seorang tua berambut putih membawa timbangan. Pak Wayan, begitulah Bu Yanti menyebut orang berambut putih itu. Barang-barang bekas itu pun ditimbang dan diangkut Pak Wayan. “Semuanya 225.000 rupiah, bagaimana mau di jual pada saya?” kata Pak Wayan. Bu Yanti tampak menganggukan kepala tanda setuju. 

Dua ratus dua puluh lima ribu rupiah! Nabilah dan kawan-kawan masih tidak percaya. Mereka tidak menyangka barang bekas yang biasanya menjadi tumpukan sampah, ternyata sangat berharga. Hasil penjualan sampah pun menjadi sedekah. Nabilah membayangkan cerianya wajah anak-anak panti asuhan. Sampah ternyata bisa membahagiakan sesama. [YH] 

Teman-teman, kalau setiap kelas di suatu kota atau Indonesia, bahkan dunia melakukan seperti yang ada pada cerita “Sampah Pembawa Kebahagiaan”. Apa yang akan terjadi? Mungkin kita tidak akan menemukan anak-anak jalanan yang mengemis di kota-kota besar. Perbuatan yang besar selalu diawali dengan niat yang kuat dan pikiran kreatif 


Indonesian Education Promoting Foundation

Fadilah Hasim dan Yanti Herlanti