Berpikir dahulu, agar tidak menyesal kemudian Pada suatu hari yang cerah, seekor burung pipit terbang melayang-layang di angkasa. Dia membumbung tinggi lalu memutarbalikkan badannya ke kiri dan ke kanan. Gayanya persis seperti pesawat yang sedang mendemontrasikan kehebatan-nya. Tiba-tiba dia menukik ke bawah dengan merapatkan kedua sayapnya. 

Matanya tertuju pada sawah yang berisi padi yang menguning seperti emas, “Makanan lezat nih,” kata Si Burung Pipit. Burung pipit pun mendarat di hamparan padi. Ketika burung pipit akan mematuk biji padi, tiba-tiba terdengar suara, “Eh...eh...., kamu tak bisa makan dengan gratis!”. Burung pipit mencari sumber suara, tetapi tak terlihat. Ia pun meneruskan mematuk biji padi. 

“Bandelnyaa….!” kata suara tersebut sambil mengigit burung pipit. “Sakit! Dimana kamu?” kata Si Burung Pipit. “Lihat ke bawah, di sana ada teman-temanku!” kata suara tersebut. 

“Ah...para kutu!” kata Si Burung Pipit. “Kamu tidak akan mendapatkan butir padi itu, sebelum menyetujui perjanjian dengan kami,” kata Sang Kutu. 

“Perjanjian apa?” kata Burung Pipit kebingungan. “Begini, kami akan menunjukkan padamu mana bulir padi yang padat dan lezat, dan memberitahumu kalau petani datang, jika kamu bersedia menampung kami ini di tubuhmu,” kata Sang Kutu. 

Burung pipit pun membayangkan kelezatan makan bulir padi tanpa takut tertangkap petani. Tanpa pikir panjang lagi, ia pun mengiyakan permintaan para kutu. Setelah itu para kutu pun naik ke tubuh burung pipit. 

Walaupun burung pipit selalu memperoleh bulir padi yang padat dan lezat, tetapi badannya merasa gatal. Ini semua karena kutu-kutu yang ada di tubuh burung pipit, mengigit badannya dan menghisap darahnya. Burung pipit tak pernah menyadari bahwa kutu-kutu itu bertambah banyak, karena terus berkembang biak dengan cepat. Seluruh tubuh burung pipit dipenuhi kutu. 


Helai demi helai, bulu burung pipit mulai rontok. Bahkan beberapa bagiannya mulai terkena borok. Burung pipit pun sering sakit-sakitan, karena luka boroknya. 

Bulir padi yang menguning seperti emas, kini tak lagi menarik Si Burung Pipit. Lidahnya merasa kelu, merasakan gatal dan perihnya borok-borok yang ada di tubuhnya. Kini bulu-bulunya pun rontok sehingga ia tak sanggup lagi untuk terbang. 

Burung pipit terkapar lemah di atas dahan. Burung pipit menyesal, mengapa ia tidak berpikir dahulu sebelum menyetujui perjanjian dengan sang kutu. Semuanya sudah berlalu, menyesal kemudian tiada guna. Nasi sudah menjadi bubur, kata orang tua dulu. [IRD/YH] 

Teman-teman, sebelum membuat suatu keputusan sebaiknya kita memikirkan masak-masak apa manfaat dan mudharatnya, keuntungan dan kerugiannya, agar kita tidak menyesal dengan keputusan 

Indonesian Education Promoting Foundation
Fadilah Hasim dan Yanti Herlanti