Sayang Cacing Tanah Sayang Kehidupan
Dea berteriak sambil merindingkan badannya tanda geli, “Ih, ada cacing!” “Injak aja, biar mati!” teriak Ayu. “Gak, ah... geli!” kata Dea. “Tidak usah geli, kita kan pakai sepatu. Kalaupun dia mengigit juga tidak akan terasa,” kata Ayu.
“Oh, sepatu aku berterima kasih padamu, berkat kamu aku tidak merasa jijik dan takut digigit cacing, kini saatnya kamu melakukan tugas untuk mematikan cacing ini. Hiaattt!“ kata Ayu sambil mengangkat sepatunya.42 “Eittt, tunggu!” teriak Badu. Seketika Ayu menghentikan injakkannya. “Jangan kamu matikan cacing itu!” kata Badu sambil terengah-engah. Tangan Badu mengambil cacing itu, cacing itu pun mengeliat-geliat.
“Cacing maafkan teman-temanku. Hiduplah damai di dalam tanah!” kata Badu pada cacing, sambil menguburkan cacing di tanah yang lembek. Dea dan Ayu tampak jijik dengan kelakuan Badu. “Ih..Badu kok ga jijik dan takut pegang cacing, ya?” kata Dea pada Ayu. Ayu pun menggelengkan kepala. “Mengapa kamu sayang sekali pada cacing itu?” tanya Ayu. “Ya, padahal cacing itu menjijikan dan menakutkan!” kata Dea menambahkan.
Badu kemudian bercerita tentang cacing. Cacing bukan binatang yang merugikan. Sebaliknya, cacing yang membantu tanah agar tetap subur dan gembur. Cacing tanah ketika berpindah ke bagian bawah, ia membuat pori-pori yang dapat memperbaiki kegemburan tanah. Kekuatan cacing pun luar biasa, bisa mencapai 40 kali berat badannya. Inilah yang membuat cacing dapat masuk ke dalam tanah, membuat poripori dengan cara mengangkat tanah itu. Ayu dan Dea serius mendengar cerita Badu. Badu melanjutkan ceritanya bahwa cacing tanah mengeluarkan kotoran yang sangat bagus untuk pertumbuhan tanaman. Cacing tanah menghancurkan bahan-bahan organik, sampah dan serasah pada lahan tempat hidupnya.
“Jadi, jika di suatu tanah banyak cacing, maka tanah tersebut pasti gembur dan subur. Jika tanah subur, maka tanaman yang dipelihara petani pun bisa tumbuh dengan sehat. Dapat dibayangkan jika banyak cacing yang mati, apa akibatnya bagi kita?” tanya Badu pada Dea dan Ayu. Ayu dan Dea merasa malu. Seharusnya mereka tidak perlu jijik ataupun takut. Perasaan seperti itu mendorong mereka mematikan cacing. Padahal cacing selama ini telah berjasa pada manusia. “Cacing maafkan kami, sekarang kami tidak perlu takut lagi padamu,” kata Dea dalam hatinya. [YH]
Teman-teman ketidaktahuan kita terhadap sesuatu kadang-kadang menimbulkan perasaan jijik, takut, bahkan marah. Karena jijik atau takut, seringkali kita kehilangan akal sehat dan melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri dan lingkungan. Untuk menjaga akal agar tetap sehat, kita harus banyak menimba ilmu. Karena ilmu pengetahuan adalah sumber gizi bagi akal yang sehat
Indonesian Education Promoting Foundation
Fadilah Hasim dan Yanti Herlanti

